December 9, 2007

OTAKRUSAKKU

Lucu. Aku dan otakrusakku. Seperti paham betul makna kehidupan hingga bisa kunasehatkan. Jangan dengar! Kami tak tahu apaapa. Kami hanya doyan bicara vokal a-i-u-e-o diselingi duapuluhsatu konsonannya. Kami latah saja mendengungkan cerita orangorangtua, fabelfabel lama, dan kitab 1001 dusta. Lucu: aku, otakrusakku.

November 26, 2007

TENTANG KEHIDUPAN

kenanglah hari ini seperti Tuhan mengenang
hari kelahiran bumi
ketika tunas pertama kehidupan disemai
dalam butirbutir udara kosong
dan nafas pertama sang adam jatuh
di tengah padang gersang ini

atau kenanglah hari ini seperti iblis
melumat dosa pertama nenek moyang kita
saat kita terusir dari rumah kita sendiri
dan memulai pengembaraan di tanah jauh

kalau semua itu terlampau sulit untuk kau kenang
setidaknya ingatlah pada riak kecipak air
di bawah hunjaman kaki anakanak langit
yang menjadi melodi ninabobok kita

jika habis sudah segala kenangan kau kenang
maka beristirahatlah kita dengan damai
tetirah di dalam balutan kerudung tanah merah
di bawah naungan rimbun doa dan berlipatlipat isak
dukacita

"akhirnya,
sampai juga kita di penghujung cerita."

katamu,
akhirnya.


Bandung, November 2007

September 7, 2007

SUATU HARI NANTI

suatu hari nanti tak ada lagi kau dalam ceritaku
susah pilu senang gelisah kutelan satusatu
tinggal jejak napas kau memburam di kaca jendela
dan sisa perjalanan kita
menguar dari dalam kotak sepatu

suatu hari nanti tak ada lagi kau dalam ceritaku
setelah senja ke senja
secangkir kopi pertama, kedua, ketiga lalu tak ada
sunyi saja yang melengking hingga gendang telinga
dan raut wajah kau membekas di sepanjang lintas kereta

(adakah sore di sana masih semerah dahulu?)

o, prisma cahaya
jatuh membayang segala tanda
: dosa, luka, katakata

ah, suatu hari nanti kawan
hanya ada kau
atau aku.

Jakarta, Juni 2007

May 17, 2007

HIKAYAT SURGA (reminiscences)

sudah juga kujejakkan kaki di Bandarayamu
melangkah ragu dalam alunan langkah kecil malumalu
harapku kini harapharap cemas tak tentu
memburu hikayat tentang surga dan neraka
hingga nyala tiangtiang lampu

di tepi sungai ini dulu pernah kau benamkan rindu
tentang pojokpojok pengap geliat kota tua
menghendam karam ingatan sejuta masa silam
pada padas,
pada pasir,
pada riam juga getir

mestinya kita berjanji temu saja di sini
lepas petang, riuh rendah pasar malam
sepi sudah jadi terlalu asing
dan aku masih mengenakan topeng yang ituitu juga

mari sini,
duduk berbincang kita sejenak di bangku taman ini
saling bertukar senja dan sekantong dongeng purba
dan ha-ha-hi-hi tawa

ah, negeri imajinasi!
seperti kunangkunang:
mengerjap sekejap melesat jatuh lalu hilang

langit pijar hujan bunga api
di mataku menggenang air hingga tapakkaki.

Melaka, April 2007

March 20, 2007

DOA INI TERLARANG

"jika dosa ini termaafkan, aku ingin mencintaimu sekali lagi saja"

Ah, semua dengar
langit akan runtuh
akan runtuh!
tak sanggup menampung lebih banyak lagi doa-doa terlarang

...............................................................................................................

hampir subuh
malaikat menyuruhku diam.

LURUH

Mestinya rasa ini sudah pergi dari dulu. Bukannya mengendap hingga berkarat. Di mana harus kucuri waktu? Sedang parasmu tak henti-hentinya mengganggu. Benalu di tubuhku; benalu di nadiku.

Mungkin suatu hari nanti akan berhenti aku bertanya-tanya tentangmu. Ah, cinta. Apakah lagi yang tersisa selain ampas yang membatu: sedimen beku di sumsum tulang kita.

March 16, 2007

LARA

"Tuhan, aku sakit!"

habis perkara.

KARENA AKU

karena aku adalah hujan
yang kau cintai diam-diam dari balik tirai jendela kamar.

Jatinangor, Januari 2006

NYANYIAN PURBA

Kau dan aku mestinya lelah
melagukan nyanyian-nyanyian purba
: bahasa kesunyian

sepi bertemu sepi, hening yang tidak datang sendiri

jika resah beradu resah, apa guna melempar gundah?
dalam belantara kata, wujudku wujudmu tak rupa

ah, Sang Naga bangkit dari kuburnya
memercik api dari tubuh kita.


Jatinangor, Maret 2007

February 20, 2007

SUATU KEDAI DI KOTAMU

Secangkir teh hangat dan sepotong rindu
di suatu kedai kecil di kotamu
: masa lalu membuntutiku
pada remang lampu jalan, derik kereta kuda,
dan helaihelai daun runtuh di kakiku

di percakapan terakhir kita
malam turun terlalu tibatiba, dan
kau tersedu tak disengaja
seperti denyar kilat atau hujan menggelepar
katakata jatuh kaku meruap beku di udara
kesunyian yang agung menjelma monumen di alunalun kota

aku adalah si bisu
adalah si tuli
adalah si buta
adalah pengelana yang sesat
tenggelam dalam hirukpikuk hingarbingar manusia

sedang kau adalah utara
atau selatan
atau tenggara
atau baratdaya
atau mana saja arah mata angin penunjuk semesta

tapi kau berkelit menjauh begitu saja
menyelinap hilang ditelan loronglorong senja

ah, kuamati kau lambatlambat lenyap
saat kusesap secangkir teh hangat ditemani sepotong rindu
di suatu kedai kecil di kotamu.

Jatinangor, Februari 2007

January 2, 2007

DI TANAH INI PECAH TANGIS

di tanah ini lalu pecah tangis kita
setelah banjir doa-doa, kutukan,
sumpah serapah, dan puisi berupa-rupa
di tanah ini, Tuan, semesta tak lagi ada
terlalu jauh sudah terlalu lama
kita mengembara

di tanah ini langit tak lagi mendekap
sampai lelah kita menatap sampai kiamat
sampai kotor mulut menyumpah
meratap-ratap
sampai menutup mata membuka
mengerjap-kerjap
tetap saja langit tetap tak dekat

ah,
di tanah ini, Tuan, semesta tak lagi ada
lalu pecah tangis kita.

Jatinangor, Desember 2006