November 9, 2006

BIAR HENING (2)

Biar hening selimuti kita, Ibunda. Tak perlu bercakap, tak perlu berkata-kata. Biar hening saja yang bicara. Sebab bahasa akan menjadi sia-sia. Kau, aku, sama-sama tak mengerti: bagaimana cara saling memahami. Ataukah kita memang lebih suka saling menyimpan rahasia?

Biar hening selimuti kita, Ibunda. Sebab bising yang asing melukai gendang telinga. Sebab lafal aksara menjelma racun di pembuluh darah kita. Kau, aku, sama-sama tahu: kisah kita tak mungkin sempurna. Barangkali kita memang terlahir untuk saling berdusta.

Ah, rindu ini getir sangat. Kututup rapat-rapat pintu harap, biar lupa. Biar isak tak lagi membahana (masih pantaskah kita berlutut, bersujud, memaksa langit turunkan mukjizat?). Sepi sampai anyir tak juga sudi menyingkir. Aku mau mangkir, tapi gema suaramu kerap datang menyindir.

Dan aku kian terusir.

Maka biarkan hening menyelimuti kita, Ibunda. Biar hening. Aku kini terlampau lelah.

No comments:

Post a Comment